Menjaga Laut dan Lingkungan Pesisir Indonesia Tetap Lestari

Blogroll

Sunday, May 25, 2014

On 10:48 PM by Unknown in

Surga Yang Tersembunyi

 
Pulau Ndana menyimpan potensi pariwisata yang dapat dikembangkan karena memiliki keunikan dan keindahan alamnya. Keunikannya adalah menjadi predikat pulau terluar paling selatan Negara Indonesia. Presiden Indonesia melalui Bupati Rote Ndao bahkan mengeluarkan sertifikat bagi siapa saja yang pernah menginjakkan kakinya di pulau ini. Sebagai bagian paling selatan Negara Indonesia, di pulau ini terdapat penanda tugu patung Jenderal Sudirman dan juga titik dasar no 121 Indonesia. Sementara itu, keindahan alamnya dapat dinikmati dengan sepuasnya karena masih cukup alami, hampir dapat dikatakan tidak ada gangguan dari manusia. Di pulau ini terdapat pantai dengan pasir putih lembut sepanjang hampir 70% dari garis pantai, cahaya matahari yang terik, goa-goa di perbukitan gamping, sarang walet, danau air tawar dan tracking hutan atau padang rumput yang cukup luas. Selain itu juga dapat dinikmati keindahan bawah laut atau deburan ombak yang cukup keras.

Demografi Dan Sosial Penduduk

Pulau Ndana sejak tahun 1680 hingga sekarang tidak ada penduduknya. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat sekitarnya (di Pulau Rote), sebelum tahun 1680 di Pulau Ndana terdapat sejumlah penduduk yang tinggal di dekat Danau Merah. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa peninggalan bekas-bekas permukiman manusia, seperti barang pecah belah dan sumur air tawar (Gambar 1.11). Dalam buku “Riwayat Hidup FoEh Mbura” karangan Paul Haning disebutkan sekilas tentang sejarah Pulau Ndana. Pada tahun 1680 terjadi pembantaian Kerajaan Ndana oleh Nelle Sanggu bersama orang-orang Thie sebagai wujud balas dendamnya atas kematian ayahnya (Sangguana) oleh Raja Ndana (Takala’a). Sangguana dibunuh oleh Raja Ndana karena tidak disukai berhubungan dengan anak perempuannya yang bernama Duitaka. Dari pembantaian ini hanya tersisa lima puluh orang saja. Dari merekalah lahir keluarga Mesakh yang saat ini menjadi pemilik adat terhadap Pulau Ndana (Haning, 1996)

 

Status Pulau

Pulau Ndana, sejak tahun 1993 telah ditetapkan sebagai Kawasan Taman Buru dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 83/Kpts-II/1993 dengan luasan mencapai 1.562 ha. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakannya perburuan secara teratur. Meskipun sebagai taman buru, tidak berarti semua orang dapat berburu seenaknya. Perburuan satwa buru diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian manfaat dengan memperhatikan populasi, daya dukung habitat dan keseimbangan ekosistem. Pihak yang akan berburu harus mengantongi surat izin berburu (Permenhut No. P.18/Menhut-II)2010) yang diterbitkan oleh Kepala UPT KSDA setempat atau pejabat yang ditunjuk. Terkait dengan perburuan di Pulau Ndana, pihak yang akan berburu juga harus mendapat izin dari Keluarga Mesakh.

Satwa yang dimaksud sebagai buruan di Pulau Ndana adalah rusa timor (Cervus timorensis). Satwa ini memang tidak termasuk satwa langka, namun dilindungi menurut Cites (convention on international trade in endangered species of Wild Fauna and Flora) dalam apendik II. Artinya bahwa kalau tidak diatur (dibatasi) dalam pemanfaatannya, satwa tersebut dapat punah.

Secara administrasi pemerintah, kawasan Taman Buru Pulau Ndana berada dalam pemangkuan Resort KSDA Taman Buru Pulau Ndana, Seksi Konservasi Wilayah II Camplong, Bidang KSDA Wilayah I Soe, Balai Besar SKDA NTT. Namun secara adat masih diakui sebagai milik Keluarga Mesakh yang masih ada di Pulau Rote. Sejak tahun 2006, Pulau Ndana dijaga oleh Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar (Satgas Pam Puter) yang merupakan gabungan dari Marinir dan TNI AD. Disamping itu juga ada pos pemantauan dari Lantamal VII Kupang. Keluarga Mesakh memberikan hak kepada TNI untuk menggulakan lahan di Pulau Ndana untuk dijadikan markas pengamanan pulau terluar.

Foto : M Barmawi

#CintaNegeri
Bersambung...