Menjaga Laut dan Lingkungan Pesisir Indonesia Tetap Lestari

Blogroll

Monday, October 27, 2014

On 8:48 PM by Unknown in



BPSPL DENPASAR : Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelamatan paus terdampar tersebut, antara lain : Masyarakat Desa Watodiri, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Angkatan Laut, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, WWF Coral Triangle Program, Apex Environmental, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Atlas South Sea Pearl,  Seven Seas Liveaboard, dan Komunitas PA Lembata “Gempita”, Yayasan RASI, Whale Stranding Indonesia, APEX Environmental dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Sudirman Saad, Jakarta, (27/10).

Sudirman menambahkan, Kerjasama penyelamatan antar berbagai pihak yang terjadi di Watodiri Lembata ini merupakan salah satu contoh pelaksanaan jejaring kerjasama penanganan paus dan lumba-lumba yang terdampar yang sedang dibangun oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kedepannya kerjasama seperti ini diharapkan mampu dicontoh dan dijadikan pembelajaran dalam upaya penyelamatan paus dan lumba-lumba yang terdampar di Indonesia.

Sebelumnya diberitakan Seminggu terakhir ini Teluk Waienga ramai dibicarakan dan dikunjungi oleh pemerintah setempat maupun beberapa LSM. Pasalnya adalah lima ekor paus biru (Balaenoptera musculus) yang terperangkap di perairan pantai Desa Watodiri (Kimakama), Teluk Waienga, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur sejak hari Sabtu, 18 Oktober 2014. Tiga dari paus biru yang berstatus Terancam Punah (Endangered) ini terperangkap di perairan teluk yang agak dalam (disebut sebagai “palung” dalam terminologi lokal), sekitar 100 meter dari garis pantai. Dua ekor paus yang lain berada di luar palung/teluk di perairan pantai. Pada hari Kamis 23 Oktober 2014, satu ekor paus jantan dengan ukuran panjang tubuh 20,90 meter dan lingkar tubuh 8,80 meter ditemukan mati. Pada hari yang sama, tim penyelamat berhasil menghalau dua ekor paus keluar teluk dengan cara membuat bunyi-bunyian di bawah air agar paus bisa menjauhi pantai dan melewati alur perairan yang lebih dalam. Selain itu, penyelamat juga berusaha memanfaatkan air pasang tinggi sehingga paus memiliki kedalam yang cukup untuk bisa berenang ke laut lepas, tambahnya.

Upaya penyelamatan paus biru ini menjadi penting karena hewan ini dilindungi dengan kategori Terancam Punah (Endangered) karena jumlahnya yang sudah sangat sedikit (hanya ditengarai sekitar 5.000 hingga 12.000 ekor di seluruh dunia). Indonesia, khususnya Laut Banda dan Sunda Kecil, merupakan habitat kritis bagi paus biru untuk kawin dan melahirkan anak. Kejadian ini juga merupakan kejadian terdampar massal paus biru dalam keadaan hidup yang pertama diketahui di Indonesia; sebelumnya belum pernah ada pemberitaan tentang paus biru yang terdampar hidup. Selain itu upaya penyelamatan ini juga merupakan pengalaman pertama untuk masyarakat desa Watodiri, pemerintah daerah setempat maupun LSM yang ada dalam melakukan pertolongan terhadap paus yang terdampar di pantai.

Menurut Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Agus Dermawan, menjelaskan salah satu sebab terdamparnya paus biru ini adalah adanya gangguan polusi suara didalam laut (peledakan bahan dinamit, pelayaran kapal selam dengan menggunakan sonar dan navigasi) sehingga menyebabkan disorientasi pada hewan mamalia ini. Hal tersebut juga sudah menjadi topik pembahasan pada Convention of Bio Diversity (CBD)-Konvensi Keanekaragaman Hayati di Pyeongchang, Korean Selatan pada pekan lalu mengenai Anthropogenic Under Water Noise (polusi suara didalam air).

Kementerian Kelautan dan Perikanan mempunyai komitmen yang besar dalam menjaga kelestarian Paus di Indoesia, Perairan Laut Sawu dengan luas mencapai 3.3 juta hektar yang merupakan jalur ruaya paus yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan nasional.

Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil telah melakukan langkah-langkah antisipasi sejak tahun 2012 untuk melakukan penanganan kejadian paus terdampar, diantaranya : menyiapkan pedoman penanganan mamalia laut terdampar dan inisiasi jejaring penanganan mamalia laut terdampar pada beberapa lokasi yaitu : NTT, NTB, Denpasar, Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau. Pelatihan penanganan mamalia laut terdampar yang menjadi fokus program, telah dilakukan di beberapa daerah, diantaranya : NTT, NTB, Denpasar, Kalimantan Timur, DIY, Kepulauan Riau dan Banten. Melalui program-program tersebut diharapkan langkah-langkah penanganan dapat dilakukan secara bersama-sama, sehingga paus yang terdampar dapat segera diselamatkan.

Sumber : bpspldenpasar.info

Baca Juga :