Menjaga Laut dan Lingkungan Pesisir Indonesia Tetap Lestari

Blogroll

Friday, September 26, 2014

On 1:13 AM by Unknown in
Dokumentasi BPSPL Denpasar


Diberitakan oleh Timor Express tanggal 24 September 2014. Beberapa jenis ikan terancam punah sehingga harus dilindungi. Untuk itu, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar menggelar kegiatan pembinaan peredaran jenis ikan yang dilindungi dan terancam punah, Senin (22/9) di Hotel Aston Kupang. Kepala BPSPL Denpasar, Ikram Sangadji dalam kegiatan tersebut menjelaskan, pemerintah sudah membuat regulasi untuk melindungi ikan yang terancam punah tersebut yakni UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Beberapa jenis ikan yang dilindungi sesuai undang-undang yakni Hiu, Pari Mantah, Napoleon, Bambu Laut, Lumba-lumba dan Ikan Paus. Dikatakan Ikram, daerah memiliki wilayah laut diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. "Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Ikram.

Ikram mengatakan, penting dilakukan konservasi terhadap jenis ikan tertentu karena ada ancaman serius kepunahannya. Padahal jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi, nilai ekologi, nilai sosial, nilai adat/budaya, nilai religi dan nilai estetika. Karena itu dirinya meminta pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi sumber daya di wilayah pesisir dan laut secara proposional dan arif agar dapat dimanfaatkan  secara optimal dan suistainable. "Juga mendorong desentralisasi regulasi dan mendayagunakan kelembagaan di daerah untuk memiliki kewenangan dan kemandirian dalam mengelola sesuai dengan kondisi dan karakteristik wilayah serta produk hukum di daerah," kata Ikram.

Sementara itu, Kabid Budidaya Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, Sulastri Rasyid mengatakan, pengawasan terhadap jenis ikan yang dilindungi di NTT masih lemah. Hal itu karena masih marak dilakukan penangkapan terhadap ikan yang dilindungi. "Ikan Napoleon dan Pari kita sering temukan di pasar. Demikian pun ikan hiu dan paus serta lumba-lumba yang masih diburu oleh nelayan di NTT," kata Sulastri. Karena itu, dirinya mengatakan perlu ada regulasi yang tegas sehingga pengawasan lebih ketat. "Perlu ada Pergub yang akan menjadi turunan ke daerah-daerah yang dibuat Perda. Pengawasan oleh masyarakat sangat penting," kata Sulastri.

Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Kupang, Farahan menegaskan pihaknya melakukan pencegahan terhadap hama dan penyakit ikan karantina (HPIK). Dirinya mengatakan, setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme penggangu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib dilengkapi sertifikat kesehatan.

Secara umum tindakan karantina dilakukan oleh petugas karantina berupa 8 P yakni pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.